David Archleta - Crush

Senin, 01 Juni 2009

RESENSI FILM

'NOT FORGOTTEN,' Hantu Dari Masa Silam

Pemain: Simon Baker, Paz Vega

Jack Bishop (Simon Baker) boleh jadi adalah seorang pria yang beruntung, ia punya istri yang cantik, putri yang baik dan karir yang menjanjikan. Namun tak ada yang tahu bahwa Jack menyimpan masa lalu yang sangat kelam dan masa lalu itu akan segera datang menghantui kehidupan Jack Bishop.

Suatu ketika, Toby (Chloe Moretz), putri Jack hilang diculik orang. Kisah penculikan ini tidak hanya menarik perhatian polisi setempat saja, FBI pun ikut campur karena ada sesuatu yang aneh dari kasus ini. Saat melacak masa lalu Jack, FBI mendapati bahwa tak ada catatan mengenai masa lalu Jack sebelum sepuluh tahun silam.

Ternyata kasus penculikan ini ada sangkut pautnya dengan persekutuan yang menyebut diri mereka La Santa Muerte, pelindung para pendosa dan penyembah kematian. Jack sempat terlibat dengan persekutuan ini. Jack adalah pembunuh bayaran yang bertugas menghabisi para klien dari La Santa Muerte. Jack akhirnya sadar bahwa sekali ia bergabung dengan La Santa Muerte maka tak ada jalan keluar.

'IT MIGHT GET LOUD', Tiga Generasi Dalam Satu Kolaborasi

Pemain: Jimmy Page, The Edge, Jack White

Dalam dunia musik rock gitar bisa jadi adalah instrumen paling banyak dibicarakan orang. Beberapa gitaris rock sempat disebut sebagai dewa gitar dan menjadi panutan bagi gitaris selanjutnya. Film IT MIGHT GET LOUD ini mencoba mempertemukan tiga gitaris dari tiga generasi dan melihat bagaimana mereka bertiga berinteraksi lewat bahasa tunggal yang mereka pahami, bahasa gitar.

Di tahun 1960-an ada nama Jimmy Page yang sempat merajai panggung musik rock dengan permainan gitarnya yang bluesy dan gaya petikannya yang kasar namun punya karakter kuat. Dengan teknologi yang ada saat itu, Page mencoba mengeksplorasi gitar dengan cara-cara unik untuk menghasilkan bunyi yang tak lazim juga. Hingga saat ini pun nama Jimmy Page yang sempat lama bergabung dengan Led Zeppelin masih sering menjadi sumber inspirasi para gitaris dari era selanjutnya.

Di era tujuh puluhan ada nama The Edge yang meski tak banyak mengumbar teknik bermain gitar namun punya karakteristik gaya bermain yang unik. The Edge lebih suka bermain sound dan sound itu pula yang akhirnya menjadi identitas dari U2, grup yang menaunginya hingga kini. Suara generasi muda, di sisi lain, diwakili oleh Jack White dari The White Stripes yang menyajikan warna modern dari musik rock yang sudah berusia puluhan tahun.


'KING', Bukan Film Biografi Liem Swie King

Pemain : Rangga Raditya, Lucky Martin, Surya Saputra, Mamiek Prakoso, Aryo Wahab, Wulan Guritno, Argo Aa Jimmy.

Jika Anda membayangkan film KING adalah film biografi Liem Swie King, bersiap-siaplah untuk kecewa. Tapi kekecewaan itu justru memberi kejutan saat Anda menontonnya. Ari Sihasale pandai meramu kisah hidup legenda bulutangkis era 70-an itu menjadi film yang mampu membangkitkan semangat penontonnya untuk selalu berusaha maksimal mengejar impian.

Paham bahwa film biografi cenderung membuat penonton jemu, dihadirkanlah Guntur sebagai pemain utama. Anak SD yang dibesarkan sendirian oleh ayahnya (Mamiek Prakoso). Sebagai seorang komentator untuk pertandingan bulutangkis di depan rumahnya, ayah Guntur berharap anaknya dapat menjadi juara bulutangkis, seperti idola dia dan ayahnya, Liem Swie King.

Ayah Guntur hanya bekerja sebagai pengumpul bulu angsa, bahan untuk pembuatan shuttlecock. Dia sangat mencintai bulutangkis dan dia menularkan semangat dan kecintaannya itu pada Guntur, walaupun dia sendiri tidak bisa menjadi seorang juara bulutangkis. Karena itulah, Guntur diperlakukan dengan keras dalam hal latihan bulutangkis. Guntur, ditandingkan dengan pemain yang jauh lebih tua dan bepengalaman.

Tentu kekalahan yang dialaminya. Bukannya menghibur, Guntur justru dimarahi oleh ayahnya atas kekalahan tersebut. Mendengar cerita ayahnya tentang King sang idola, yang selalu dibanding-bandingkan dengan dirinya, Guntur bertekad untuk dapat menjadi juara dunia. Dengan segala keterbatasan dan kendala yang ada di hadapannya.

Sahabat setianya, Raden dan Michele pun selalu berusaha membantu Guntur. Dengan semangat yang tinggi tanpa mengenal lelah, dan pengorbanan berat yang harus dilakukan, Guntur tak henti-hentinya berjuang untuk mendapatkan beasiswa bulutangkis dan meraih cita-citanya menjadi juara dunia bulutangkis kebanggaan Indonesia.

Ketika seleksi pendaftaran seleksi beasiswa Djarum untuk bulutangkis dibuka, Guntur berlatih jauh lebih keras. Didampingi sahabatnya, Guntur fokus pada seleksi tersebut. Guntur berhasil lolos pada seleksi awal, untuk dilanjutkan ke seleksi akhir di Kudus. Masalahnya, jarak Banyuwangi ke Kudus tentu bukan perkara mudah untuk seorang anak pengumpul bulu angsa. Itupun dengan pertaruhan, belum tentu Guntur diterima.

Seolah ingin bertutur di mana ada kemauan pasti ada jalan, Ari Sihasale memberikan rangkaian perjalanan yang indah dalam mengantar Guntur ke Kudus. Bukan hanya kisahnya, visual landscape yang ditawarkan sangat menggoda. Mampukah Guntur mewujudkan impiannya dan ayahnya? Seberapa kuat dia bertahan dari persaingan saat di karantina? Bisakah dia bertemu Liem Swie King, sang idola?

'TRANSFORMERS: REVENGE OF THE FALLEN', Pembalasan Megatron

Pemain: Shia LaBeouf, Megan Fox, Josh Duhamel, Tyrese Gibson, John Turturro

Sam Witwicky (Shia LaBeouf) mungkin tak mengira bakal terjebak dalam peperangan antara Autobots dan Decepticon. Namun ia tak bisa mengelak karena takdir membawanya menjadi sahabat para Autobots yang kehilangan planet mereka akibat keserakahan para Decepticon. Setelah kematian Megatron, Sam tak mengira bahwa peperangan masih akan berlanjut.

TRANSFORMERS: REVENGE OF THE FALLEN

Starscream (Charlie Adler) yang berhasil mencapai Cybertron kemudian mengambil alih tampuk kepemimpinan dan memutuskan untuk kembali ke bumi untuk menyelesaikan masalah yang belum tuntas. Tubuh Megatron (Hugo Weaving) yang semula dikira sudah mati ternyata dapat dibangkitkan lagi dan kini Autobots yang memutuskan tinggal di bumi menghadapi masalah baru.

Megatron dan Starscream menginginkan para Autobots dan seluruh penghuni musnah dan mereka tak main-main soal yang satu ini. Sepasukan Decepticon dikirim ke bumi untuk tugas penghancuran ini. Mampukah Autobots membela diri sekaligus melindungi Sam dan seluruh penghuni bumi yang kini bergantung pada mereka?

TRANSFORMERS: REVENGE OF THE FALLEN

Tak seperti pada bagian pertama yang dirilis tahun 2007, Hasbro sebagai pemilik nama Transformers memutuskan untuk lebih ikut campur dalam soal desain robot Transformers. Dana sebesar US$200 juta pun dikucurkan untuk memastikan bahwa film ini akan lebih bagus dari bagian pertamanya. Hasilnya, Michael Bay sanggup menggunakan pesawat F-16 dan tank sungguhan dalam proses syuting film ini.

Tim lama pun kembali direkrut agar sekuel ini lebih bisa membawa roh dari film pertama. Steve Jablonsky tetap memegang posisi komposer sementara Linkin Park juga ikut menyumbangkan satu lagu untuk film ini. Para pemeran lama pun tetap dipertahankan, mengingat film ini benar-benar adalah kelanjutan dari film pertama.

Secara keseluruhan, sajian visual film ini memang memuaskan. Tak heran juga jika mengingat dana yang telah dikeluarkan untuk memproduksi film ini. Jumlah robot jelas jauh lebih banyak dengan tampilan yang benar-benar terlihat hidup. Itu semua jelas tak lepas dari campur tangan Scott Farrar, sang visual effects supervisor, yang juga menggarap film pertamanya.

TRANSFORMERS: REVENGE OF THE FALLEN

Meski para robot itu adalah hasil permainan animasi komputer, namun di tangan Ben Seresin, hasil syuting dan animasi itu berhasil disatukan tanpa ada cacat yang terlihat. Fokus Michael Bay, sang sutradara, kali ini sepertinya adalah membuat tontonan yang benar-benar memanjakan mata dan itu terlihat dari semakin banyaknya aksi laga yang di sisi lain juga mengurangi kuantitas pamer akting para pendukungnya.

Secara umum, Shia LaBeouf dan Megan Fox cukup mampu membawakan peran mereka walaupun hasilnya tak akan membuahkan piala Oscar buat mereka. Kebanyakan kritikus film pun membantai habis-habisan film ini karena dianggap tak sebanding dengan film pertamanya dulu. Namun terlepas dari semua kritik itu, pihak studio sepertinya masih optimis dapat mengeruk banyak keuntungan, terbukti dengan rencana sekuel yang sudah mereka umumkan bahkan sebelum pembuatan film ini selesai.

'FIFTY DEAD MEN WALKING', Seumur Hidup Dalam Pelarian

Pemain: Jim Sturgess, Rose McGowan, Ben Kingsley, Kevin Zegers

Sebenarnya Marty McGartland (Jim Sturgess) hanyalah seorang pemuda biasa saja namun ia tiba-tiba saja jadi perebutan dua kubu yang sama-sama ingin memanfaatkan Marty. IRA (Irish Republican Army) ingin Marty bergabung dengan mereka namun Marty merasa enggan karena menganggap IRA identik dengan kekerasan.

Di saat yang sama kepolisian Inggris juga ingin memanfaatkan Marty untuk menyusup ke kubu IRA. Ketidaksukaan Marty pada IRA membuatnya berpihak pada kepolisian Inggris. Marty sadar bahwa pilihannya ini akan membuatnya harus kehilangan keluarganya. Karena tak ingin orang-orang terdekatnya jadi korban, Marty pun lantas merahasiakan identitasnya.

Saat Inggris kemudian membeberkan rahasia Marty, IRA lantas menangkap pria yang semula mereka anggap bagian dari mereka ini dan menyiksanya habis-habisan. Untungnya Marty dapat meloloskan diri dengan bantuan salah seorang temannya yang sempat bekerja pada kepolisian Inggris. Namun ini bukanlah akhir dari semua mimpi buruk yang dialami Marty. Ia sadar bahwa ia harus tetap lari dan tak bisa lagi menghubungi keluarganya atau mereka semua akan jadi korban.

'GARUDA DI DADAKU', Ajarkan Mengejar Mimpi

Pemain: Emir Mahira, Aldo Tansani, Marsha Aruan, Ikranegara, Maudy Koesnadi, Ari Sihasale, Ramzi.

Jika Anda gemar mengajak keluarga nonton film di bioskop, GARUDA DI DADAKU layak Anda jadikan salah daftar film yang harus Anda tonton sekeluarga saat liburan sekolah. Film ini padat dan alurnya teratur karena hampir semua adegan memiliki kesinambungan tanpa ada loncatan sedikit pun. Untuk film yang didedikasikan bagi untuk keluarga, mulai anak-anak, remaja, dan orang tua alur yang datar tentu dapat dimaklumi.

Kisah Bayu, pemain utama yang diperankan oleh Emir Mahira, dalam mengejar mimpinya terpilih sebagai pemain nasional U13 mendapat tantangan keras oleh kakeknya Usman (Ikranegara). Alasannya, trauma atas meninggalnya ayah Bayu yang juga pemain bola.

Kakek Usman menggunakan segala akal agar Bayu tidak memiliki waktu untuk bermain bola. Segala macam les mulai dari musik, lukis, hingga ke pelajaran sekolah didaftarkan untuk Bayu. Namun, setiap hari dengan penuh semangat, ia menggiring bola menyusuri gang-gang di sekitar rumahnya sambil men-dribble bola untuk sampai ke lapangan bulu tangkis dan berlatih sendiri di sana.

Heri, sahabat Bayu yang juga penggila bola, sangat yakin akan kemampuan dan bakat Bayu. Dialah motivator dan 'pelatih' cerdas yang meyakinkan Bayu agar mau ikut seleksi untuk masuk Tim Nasional U-13 yang nantinya akan mewakili Indonesia berlaga di arena internasional. Namun kakek Bayu, sangat menentang impian Bayu karena baginya menjadi pemain sepak bola identik dengan hidup miskin dan tidak punya masa depan.

Tak mendapat tempat untuk latihan pun tak jadi kendala. Kuburan yang diidentikkan sebagai tempat angker diubah menjadi tempat latihan yang menyenangkan. Dibantu teman baru bernama Zahra yang misterius, Bayu dan Heri harus mencari-cari berbagai alasan agar Bayu dapat terus berlatih sepak bola. Tetapi hambatan demi hambatan terus menghadang mimpi Bayu.

Puncaknya, saat kebohongan demi kebohongan Bayu diketahui oleh sang kakek, serangan jantung tak dapat dibendung. Persahabatan Bayu dan dua temannya juga terancam putus.

Film yang akan diluncurkan serentak di seluruh Indonesia pada 18 Juni 2008 ini menjadi film yang kesekian kalinya menyampaikan kritik kritik sosial kepada pemerintah Indonesia. Bahasa lugas ciri khas anak-anak tidak membuat film yang sebenarnya mengandung banyak makna ini menjadi berat.

Menghindari anak-anak bosan dan kehilangan makna atas film ini, sang sutradara Ifa Isfansyah tidak mau menekankan pesan moral yang hendak disampaikan dalam film ini. Setiap penonton, harapannya, memetik pesan moral yang sesuai dengan kebutuhannya. Jadi untuk liburan sekolah, layaklah kiranya Anda mengajak keluarga nonton film yang berdurasi 96 menit ini.

'STREET FIGHTER: THE LEGEND OF CHUN-LI', Legenda Sang Petarung

Pemain: Kristin Kreuk, Neal McDonough, Chris Klein, Michael Clarke Duncan, Taboo, Robin Shou, Moon Bloodgood

Chun-Li (Kristin Kreuk) sebenarnya tak pernah bercita-cita menjadi seorang petarung. Ia tumbuh dalam sebuah keluarga bahagia bersama kedua orang tuanya. Chun-Li ingin suatu saat nanti ia bisa menjadi seorang pianis dalam sebuah orkestra. Sayangnya, tak semua cita-cita dapat terpenuhi.

STREET FIGHTER: THE LEGEND OF CHUN-LI

Xiang (Edmund Chen), ayah Chun-Li harus pindah ke Hong Kong dan ini menjadi awal yang menentukan masa depan Chun-Li. Suatu hari, Xiang didatangi Bison (Neal McDonough) yang memaksa Xiang bekerja untuknya. Meski berusaha melawan, namun Xiang bukanlah tandingan Bison dan anak buahnya. Dengan harapan bisa menyelamatkan keluarganya, Xiang kemudian mengikuti kemauan Bison.

Bertahun kemudian, Chun-Li mendapat sebuah kiriman berisi sebuah manuskrip yang ditulis dalam huruf China kuno. Chun-Li yang merasa tak lagi memiliki siapa-siap sejak meninggalnya ibunya kemudian memutuskan berangkat ke Bangkok atas saran seorang wanita tua yang mengatakan bahwa ia harus menemukan pria bernama Gen (Robin Shou) setibanya di Bangkok nanti.

STREET FIGHTER: THE LEGEND OF CHUN-LI

Ternyata keberangkatan Chun-Li ke Bangkok ini menjadi sebuah petualangan berbahaya yang ada sangkut pautnya dengan Bison dan hilangnya Xiang, ayahnya. Masalahnya, Bison dikelilingi banyak tukang pukul yang tak bisa disingkirkan dengan mudah. Untungnya, Chun-Li tak sendiri. Ada Gen dan dua detektif yang juga berusaha membekuk Bison yang memang terlibat serangkaian tindakan kejahatan.

Sepanjang sejarah dunia perfilman, game adalah salah satu sumber cerita yang sering kali diangkat ke layar lebar selain novel dan komik. Tak sedikit game yang sudah diangkat ke layar lebar termasuk Street Fighter. Beberapa mendapat pujian dari para fans game dan film sementara yang lain malah dicaci maki oleh penggemar versi game-nya. Tapi terlepas dari ketaatan pada sumber aslinya, film adalah sebuah media seni yang layak dinilai secara terpisah.

STREET FIGHTER: THE LEGEND OF CHUN-LI

Saat STREET FIGHTER: THE LEGEND OF CHUN-LI ini dilepas tanpa proses screening oleh para kritikus, muncul dugaan bahwa film ini tak terlalu berkualitas. Biasanya orang film memang skip proses yang satu ini untuk menghindari jatuhnya performa film di pasar. Dan dalam kasus STREET FIGHTER: THE LEGEND OF CHUN-LI ini sepertinya keputusan itu beralasan.

Alur cerita film ini cenderung datar dan mudah ditebak. Tak ada twist yang membuat penonton menebak-nebak akhir dari cerita. Yang ada hanyalah alur sederhana tentang kisah balas dendam yang sebenarnya sudah mulai basi. Di sisi lain, akting para pemainnya juga tergolong pas-pasan dan tak ada karakter yang benar-benar terlihat hidup. Ini memang tak mengherankan karena film laga seperti ini biasanya hanya mengunggulkan visual saja.

Celakanya, dari sisi visual pun tak banyak yang bisa diunggulkan. Koreografi tarung terkesan biasa-biasa saja sementara visual effect yang digunakan juga tak terlalu memukau. Barangkali yang cukup menjadi hiburan justru adalah lokasi syuting di Bangkok yang sedikit jadi pelepas lelah saat penonton mulai bosan dengan pemandangan dunia Barat yang memonopoli kebanyakan film.

'THE TIME TRAVELER'S WIFE', Ujian Cinta Menembus Batas Waktu

Pemain: Eric Bana, Rachel McAdams

Clare Abshire (Rachel McAdams) adalah seorang seniman wanita yang jatuh cinta pada Henry DeTamble (Eric Bana), seorang pustakawan di Chicago. Clare yakin Henry adalah belahan jiwa yang telah ditakdirkan untuknya dan berjanji tak akan meninggalkan pria yang dicintainya ini apa pun yang terjadi.

Celakanya, Henry punya kelainan genetik. Henry bisa tiba-tiba saja menghilang dan berpindah ke waktu lain saat ia berada dalam kondisi tertekan. Henry tak bisa mengendalikan apa yang terjadi pada dirinya ini. Ia bisa tiba-tiba saja berpindah ke masa lalu atau masa yang akan datang tanpa ada tanda-tanda apa pun. Keanehan ini menjadi siksaan buat Henry yang ingin menjalani hidup normal layaknya orang lain.

Di sisi lain, Claire yang benar-benar mencintai Henry pun harus sering kali sendiri karena sang suami yang punya kelainan tiba-tiba saja menghilang dan muncul di lain waktu. Mau tak mau Claire harus menerima kenyataan ini dan berusaha membina rumah tangga meski dalam dirinya ia tak pernah tahu sampai kapan ia akan bersama sang suami yang ia cintai

'G.I. JOE: THE RISE OF COBRA', Bangkitnya Organisasi Cobra

Pemain: Channing Tatum, Christopher Eccleston, Sienna Miller, Dennis Quaid, Ray Park, Rachel Nichols, Marlon Wayans, Joseph Gordon-Levitt, Lee Byung Heon

Film G.I. JOE: THE RISE OF COBRA dibuat berdasar franchise mainan anak-anak G.I. Joe: A Real American Hero yang diproduksi oleh Hasbro antara tahun 1982 dan tahun 1994. Dalam versi toy-nya, ada sekitar 500 karakter dan sekitar 250 kendaraan yang dirilis ke pasar dan film ini mencoba memberikan visualisasi dari para karakter inti yang muncul pada jajaran mainan ini.

Dalam film ini dikisahkan awal mula terbentuknya tim G.I. Joe yang beranggotakan Conrad Hauser / Duke (Channing Tatum), General Clayton Abernathy / Hawk (Dennis Quaid), Shana M. O'Hara / Scarlett (Rachel Nichols), Wallace Weems / Ripcord (Marlon Wayans), Snake-Eyes (Ray Park), Lamont A. Morris / Heavy Duty (Adewale Akinnuoye-Agbaje), Abel Shaz / Breaker (Saïd Taghmaoui) dan Courtney A. Kreiger / Cover Girl (Karolína Kurková).

Tim ini harus berjuang mati-matian melawan kelompok kejahatan yang menamakan diri mereka Cobra Organization. Kelompok yang dipimpin oleh Cobra Commander (Joseph Gordon-Levitt) ini berencana menguasai dunia dengan cara menebar teror dan penderitaan. Berbagai lokasi terkenal seperti Arctic, Paris, Moscow, Washington, D.C., Australia dan the Sahara pun akan menjadi lokasi pengambilan gambar dari film yang akan dirilis bulan Agustus nanti ini.

'DANCE FLICK', Sisi Lain Dari Dunia Tari

Pemain: Marlon Wayans, Shawn Wayans, Keenen Ivory Wayans, Kim Wayans, Damon Wayans, Jr., Craig Wayans, Amy Sedaris, David Alan Grier, Chris Elliott

Seumur hidupnya hanya ada satu hal yang selalu diinginkan Megan White (Shoshana Bush). Ia ingin menjadi seorang penari. Saat ibunya meninggal, Megan memutuskan untuk pindah ke kota dan mendaftar ke sebuah sekolah musik di sana. Megan berharap ini akan jadi awal baru baginya.

Pertama kali tinggal di kota besar bukanlah hal yang mudah buat Megan. Ia harus berusaha keras menyesuaikan diri dengan gaya hidup kota besar. Untungnya Megan punya Thomas (Damon Wayans, Jr.), pria yang kini menjadi kekasihnya. Lambat laun, Megan mulai beradaptasi dan punya banyak teman di sekolah barunya itu.

Di saat yang sama, Thomas sendiri sebenarnya juga punya masalah. Ia kalah bertaruh dan akhirnya ia harus berhutang dalam jumlah besar pada seorang pria bernama Sugar Bear (David Alan Grier). Berusaha membantu, Megan bersama teman-temannya pun akhirnya ikut mencarikan jalan keluar buat Thomas dan A-Con (Affion Crockett) yang tergabung dalam kelompok tari yang mereka beri nama Uncle Toms.

'17 AGAIN', Kembali Menjadi Muda Tak Selalu Mengatasi Masalah

Pemain: Matthew Perry, Zac Efron, Leslie Mann, Thomas Lennon, Michelle Trachtenberg, Brian Doyle-Murray

Bagaimana jadinya bila Anda yang berusia tiga puluhan tiba-tiba saja kembali menjadi remaja berusia tujuh belas tahun dan harus berjuang mati-matian menyesuaikan diri dengan lingkungan yang telah banyak berubah. Itulah yang terjadi pada Mike O'Donnell (Zac Efron).

Ketika masih di SMA, Mike adalah seorang remaja dengan masa depan cemerlang. Mike adalah atlet sukses dan mendapat bea siswa untuk melanjutkan pendidikan ke universitas terkenal. Sayangnya, di saat yang sama, Scarlett (Leslie Mann) hamil dan Mike harus segera membuat keputusan besar.

Yakin bahwa hidupnya akan bahagia bersama Scarlett, Mike kemudian memutuskan untuk menikahi Scarlett dan meninggalkan semua yang bisa ia miliki saat itu. Dua puluh tahun kemudian, Mike mulai meragukan pilihan yang ia buat saat itu. Rumah tangganya mulai berantakan dan ia memilih tinggal bersama Ned Freedman (Thomas Lennon) teman baiknya.

Suatu hari, ketika Mike sedang berusaha menolong seorang pria yang akan bunuh diri, tiba-tiba saja Mike mendapati dirinya berubah menjadi dirinya ketika berusia tujuh belas tahun. Bingung dan tak tau harus berbuat apa, ia kemudian meminta bantuan Ned yang untungnya bisa menerima kejadian aneh ini.

Ned kemudian berpura-pura menjadi ayah Mike dan mendaftarkan Mike ke sebuah SMA. Kini Mike harus mulai beradaptasi dengan lingkungan yang sama sekali baru. Parahnya lagi, ia ternyata harus berada di satu sekolah dengan Maggie (Michelle Trachtenberg), putrinya.

Ide mengulang masa lalu memang selalu menjadi ide yang menarik. Bukan apa, hampir semua orang pasti punya penyesalan dan ingin mengulang saat ia membuat kesalahan dan memperbaikinya. Itu memang solusi yang selalu terbayang saat menghadapi masalah berat. Itu juga yang membuat banyak orang film yang mencoba menuangkan ide ini ke dalam bentuk film. Tak sedikit film bertema ini yang sudah diproduksi sampai-sampai ide ini jadi tak menarik lagi.

Dan sepertinya Burr Steers, sang sutradara, juga tak bisa lepas dari pakem cerita soal mengulang masa lalu ini. Memang ada pesan yang disampaikan namun rasanya sudah basi untuk diulang-ulang lagi. THE BUTTERFLY EFFECT sempat membuat pencerahan dalam genre yang satu ini tapi itupun tak bertahan lama karena saat dibuat sekuelnya, ide itu jadi tak menarik lagi.

17 AGAIN ini bisa disebut versi ringan dari film-film yang mengusung tema serupa. Malahan bisa dibilang, film ini hanya dibuat untuk 'mengekspos' Zac Efron yang bisa dipastikan bakal menyedot banyak pengunjung gedung bioskop. Akting para pemeran biasa-biasa saja sementara alur cerita juga tak terlalu menarik. Akhirnya, yang tertinggal hanyalah 100 menit hiburan yang tak membebani otak.

'THE LIMITS OF CONTROL', Semua Pasti Ada Batasnya

Pemain: Isaach DeBankole, Bill Murray, Tilda Swinton, Gael Garcia Bernal, Jean-Francois Stevenin, Zhang Ziyi, Paz De La Huerta, Luis Tosar, Youki Kudoh, Alex Descas, Hiam Abbass, John Hurt

Seorang pembunuh bayaran (Issach De Bankole) mendapat tugas untuk menghabisi nyawa seorang pelaku bisnis (Bill Murray) di Spanyol. Ia tak percaya siapa pun dan tak pernah bekerja bersama siapa pun. Hanya satu orang yang menurutnya selalu bisa diandalkan: dirinya sendiri.

Ia adalah seorang pembunuh bayaran yang profesional. Ia tak mau sembarangan mengeksekusi tanpa perencanaan yang matang. Ia melakukan segalanya sendiri meski itu artinya ia harus berkeliling Spanyol untuk mengumpulkan informasi dan segala peralatan yang ia perlukan untuk menjalankan tugasnya nanti. Ia tak pernah melibatkan emosi, ia hanya mau bertemu dengan para penghubungnya di tempat-tempat umum.

Tanpa ia sadari, perjalanan panjang untuk melakukan tugasnya ini tak hanya membawanya menelusuri jalan-jalan di Spanyol namun juga tiap relung dalam kesadarannya yang mulai mempertanyakan apa yang telah ia lakukan selama ini. Namun tugas sudah diterima dan tak ada jalan kembali. Ia harus menyelesaikan tugas ini apa pun resikonya.

'CHILDREN OF INVENTION', Bertahan Hidup Dengan Segala Cara

Pemain: Cindy Cheung, Michael Chen, Crystal Chiu, Stephen Gevedon, Frank Pando

Elaine Cheng (Cindy Cheung) adalah seorang ibu yang gigih dan tak mau begitu saja menyerah meski harus berpisah dari suaminya dan menghidupi dua anak mereka. Segala cara dilakukan Elaine demi kedua anaknya Raymond (Michael Chen dan Tina (Crystal Chiu).

Perjuangan Elaine memang berat, setelah berpisah dari suaminya yang pulang kembali ke Hong Kong, rumah Elaine disita dan ia terpaksa membawa kedua anaknya pindah ke sebuah apartemen milik salah salah seorang rekan kerjanya. Di apartemen yang tak ditempati itulah Raymond dan Tina harus menghabiskan sebagian besar waktu mereka selama Elaine bekerja.

Suatu ketika, karena sebuah masalah yang menimpa, Elaine tak pulang dan kini tugas Raymond yang harus berusaha keras menghidupi Tina, adiknya, sampai ibu mereka pulang. Ini bukanlah sebuah pekerjaan yang ringan karena di apartemen yang mereka tinggali tidak ada telepon sementara Elaine juga tak meninggalkan sepeser uang pun untuk mereka berdua. Entah kapan Elaine akan kembali, yang jelas Raymond dan Tina harus bertahan hidup.

'BRUNO', Dunia Fashion Dengan Segala

Kekonyolannya

Pemain: Sacha Baron Cohen, Alice Evans

Di tahun 2006 lalu Sacha Baron Cohen membuat geger seluruh dunia dengan mengusung salah satu alter egonya ke dalam film layar lebar lewat BORAT: CULTURAL LEARNINGS OF AMERICA FOR MAKE BENEFIT GLORIOUS NATION OF KAZAKHSTAN. Kini, dua tahun berselang, komedian asal Inggris ini kembali mengusung satu alter egonya yang bernama Bruno ke layar lebar.

Bruno (Sacha Baron Cohen) digambarkan sebagai seorang gay asal Austria yang bekerja sebagai presenter acara fashion show yang kontroversial. Sering kali ia 'menjebak' orang-orang yang ia wawancarai hingga membuat pernyataan yang kontroversial atau bahkan malah mempermalukan orang tersebut di muka umum.

Dalam acara DA ALI G SHOW, Bruno juga tak jarang 'memaksa' orang yang ia wawancarai untuk membuat pernyataan yang kontradiktif dengan apa yang mereka ucapkan sebelumnya. Kini, tokoh fiktif yang menggegerkan ini diusung ke format layar lebar dengan setting di Amerika Serikat.

'STAR TREK', Menjelajah Luasnya Angkasa Luar

LuarPemain: Chris Pine, Zachary Quinto, Karl Urban, Zoe Saldana, Anton Yelchin, Eric Bana, Tyler Perry, Jennifer Morrison.

James Tiberius Kirk (Chris Pine) dan Spock (Zachary Quinto) adalah dua karakter yang berseberangan. Kirk adalah pemuda dengan jiwa pemberontak sementara Spock tak pernah melakukan hal yang tak logis namun takdir mempertemukan mereka berdua dan bahkan keduanya menjadi sahabat sekaligus tim yang sangat solid.

STAR TREK

Kirk yang sejak lahir telah ditinggal mati oleh ayahnya tumbuh menjadi pemuda liar sampai akhirnya ia bertemu Kapten Christopher Pike (Bruce Greenwood) yang menyarankan Kirk untuk bergabung dalam akademi Starfleet dan melanjutkan jejak ayahnya sebagai seorang kapten pesawat angkasa luar. Merasa tertantang, Kirk pun memutuskan untuk bergabung dengan Starfleet. Di akademi inilah ia kemudian bertemu dengan Leonard McCoy (Karl Urban) yang lantas menjadi sahabat baik Kirk.

Suatu ketika, Starfleet menerima pesan darurat dari planet Vulcan dan segera saja beberapa armada pesawat ruang angkasa dikirim untuk memberikan bantuan. Kirk yang diskors tak boleh bergabung namun dengan bantuan McCoy, Kirk berhasil masuk ke dalam pesawat USS Enterprise. Saat mendekat Vulcan, Kirk baru sadar bahwa semua itu jebakan dan ia berusaha meyakinkan kapten Pike bahwa yang terjadi adalah serangan terhadap planet Vulcan.

STAR TREK

Dalam serangan itu Kapten Pike disandera oleh Kapten Nero (Eric Bana) sementara seluruh planet Vulcan musnah termasuk ibu Spock yang gagal diselamatkan. Kirk pun lantas terlibat perseteruan dengan Spock yang menjabat sebagai kapten kapal menggantikan Pike. Perseteruan ini membuat Spock terpaksa membuang Kirk dari USS Enterprise. Terdampar di Delta Vega, Kirk akhirnya malah menemukan satu pencerahan yang akan menjadi kunci penyelamatan bumi dari dendam Kapten Nero.

Bermain-main dengan sebuah franchise yang sudah lama berakar seperti STAR TREK atau STAR WARS memang selalu beresiko tinggi. Bila tak berhasil 'menangkap' jiwa dari kisah aslinya, maka fans setia akan berpaling sementara bila tak mampu menampilkan sesuatu yang fresh maka penonton yang asing dengan franchise pun gagal dirangkul. Untungnya dua hal tersebut tak terjadi pada kasus STAR TREK ini.

STAR TREK

Keputusan J. J. Abrams, sang sutradara, untuk mengambil masa-masa awal dari tim yang identik dengan persahabatan Kirk dan Spock ini memang strategi yang jitu lantaran tak akan terlalu terikat pada image yang dibawa oleh William Shatner dan Leonard Nimoy yang memerankan karakter Kirk dan Spock. Di sisi lain ide ini juga memberi 'ruang' buat menangkap para calon fans baru.

Chris Pine dan Zachary Quinto yang memegang peran kunci dalam film ini berhasil mereplika karakter Kirk dan Spock dengan baik tanpa harus mengekor Shatner dan Nimoy. Begitu juga dengan para pemain lain yang bermain cukup natural dan mampu mewakili jiwa dari franchise STAR TREK, dunia yang diperkenalkan oleh Gene Roddenberry di tahun 1966 lalu.

Semua bagian termasuk seragam awak kapal hingga USS Enterprise sendiri disuguhkan oleh J.J. Abrams dengan baik, tetap menangkap 'roh' dari STAR TREK tanpa kelihatan kuno. Tapi yang jadi masalah adalah ide itu sudah lewat 43 tahun dan sedikit terasa aneh melihat 'penjabaran' alam semesta dan teknologi dari sisi yang dilihat orang hampir setengah abad yang lalu. Jangan berharap ada logika karena film ini memang fiksi ilmiah, sama seperti 43 tahun yang lalu

'TOY STORY 3', Saat Woody dan Buzz Tak Lagi Diperlukan

Pemain: Tom Hanks, Tim Allen, Joan Cusack, Don Rickles, Wallace Shawn, John Ratzenberger, Estelle Harris, Ned Beatty, Michael Keaton, Jodi Benson

Di tahun 1995 lalu, Pixar Animation Studios mengajak kita untuk bertualang ke negeri mainan dengan munculnya TOY STORY yang memukau. Tak hanya soal animasinya saja yang top quality, para aktor kawakan seperti Tom Hanks dan Tim Allen pun dipercaya untuk mengisi suara film yang berhasil mengeruk keuntungan besar buat Pixar ini.

Empat tahun kemudian sekuel pun diluncurkan dan masih menggunakan Tom Hanks dan Tim Allen sebagai pengisi suara. Bagian kedua ini pun tak kalah suksesnya dari sisi penjualan. Film ini pun masih tetap mengusung tema petualangan koleksi mainan milik Andy yang digambarkan hidup layaknya manusia.

Kini berselang hampir sepuluh tahun dari bagian kedua, Pixar kembali mencoba mengulang dua sukses sebelumnya dengan menawarkan konsep yang masih tak jauh beda dengan dua bagian sebelumnya. Jeda sepuluh tahun membuat Pixar harus menyesuaikan alur cerita. Kini digambarkan Andy sang pemilik koleksi mainan termasuk Woody (Tom Hanks) sang koboi dan Buzz (Tim Allen) sang astronot akan masuk kuliah dan bermaksud menyumbangkan seluruh koleksi mainannya pada sebuah children day care (tempat penitipan anak).

'BANDSLAM', Perang Antar Band

Pemain: Gaelan Connell, Aly Michalka, Vanessa Hudgens, Scott Porter, Lisa Kudrow

Will Burton (Gaelan Connell) memang bukan termasuk anak yang populer di sekolahnya. Sering kali dianggap 'aneh', Will selalu jadi sasaran keisengan teman-temannya, bahkan saat ia pindah ke sekolah baru di New Jersey. Will tak tahu bahwa semua 'kemalangan' yang ia alami itu akan segera berubah total.

Di sekolah baru ini, Will berkenalan dengan Sa5m (Vanessa Hudgens), cewek cantik dengan bakat musikal yang terpendam. Persamaan nasib membuat dua remaja ini makin akrab dan kegemaran mereka pada musik adalah salah satu yang menjadi pemicu. Tak lama kemudian, mereka berdua didekati oleh Charlotte Banks (Aly Michalka) yang bermaksud membentuk band.

Will dan Sa5m yang tak tahu niat di belakang ajakan ini segera menerima tawaran menarik itu. Dalam waktu singkat band pun dibentuk dan Will yang menjadi manajernya. Yang mereka tak tahu adalah bahwa Charlotte sebenarnya membentuk band untuk menyaingi band Ben Wheatley (Scott Porter), mantan pacar Charlotte, yang berambisi memenangkan battle of the bands.

'HOME', Nasib Tempat Tinggal Kita Semua

Pemain: Glenn Close

Hanya dalam waktu dua ratus ribu tahun, manusia telah berhasil mengacaukan keseimbangan bumi yang telah ada selama empat miliar tahun lalu. Mulai dari pemanasan global, habisnya sumber daya alam sampai pada punahnya beberapa spesies adalah hasil kemajuan teknologi yang dicapai manusia yang konon adalah pemimpin di muka bumi ini.

Apa yang dilakukan manusia sebenarnya hanyalah menempatkan diri mereka sendiri dalam kondisi yang membahayakan. Diperkirakan, di akhir abad ini seluruh sumber daya alam yang ada akan habis dikonsumsi manusia yang seolah tak peduli lagi. Ini tak akan tiba-tiba saja menjadi lebih baik kecuali kita sendiri yang berusaha memperbaiki kerusakan yang telah kita timbulkan.

HOME ini adalah sebuah film dokumenter karya Yann Arthus - Bertrand, seorang pria Prancis yang sadar akan semakin memburuknya bumi, tempat tinggal kita semua. Yann Arthus - Bertrand adalah seorang seniman dan fotografer yang aktif dalam gerakan perlindungan alam. Ketertarikannya pada alam sejak ia masih kecil membuat pria kelahiran Paris ini mulai menekuni dunia film dokumenter. Setelah sempat melepas dua buah film dokumenter tentang alam, kini ia melepas HOME, sebuah film dokumenter yang menggugah kesadaran kita pada kondisi bumi saat ini.

Tak bisa disangkal jika film adalah salah satu sarana paling efektif untuk pembelajaran. Sajian dalam bentuk audio dan visual yang bergerak dinamis ini mampu menjadi cara paling efektif untuk memperkenalkan atau malah menanamkan sebuah kesadaran pada penonton. Mungkin itu juga yang mendorong Yann Arthus - Bertrand untuk membuat film dokumenter ini.

HOME menyajikan rekaman video yang diambil dari atas dan trik ini cukup efektif untuk memberi perspektif lain dari penonton yang terbiasa melihat alam dari atas tanah. Gambar-gambar yang konon di ambil di lima puluh negara termasuk Indonesia disajikan dalam bentuk visual yang menarik, atau lebih tepatnya memukau. Gerakan lambat menyisir permukaan tanah yang digunakan Bertrand memang benar-benar indah dan menggugah kesadaran bahwa bumi ini sedang sekarat dan adalah tanggung jawab kita untuk melestarikannya.

Sepanjang sajian visual, kita juga disuguhi narasi mengenai proses alami yang telah berjalan selama empat miliar tahun dan campur tangan manusialah yang telah membuat keseimbangan ini terganggu. Secara keseluruhan, film ini memang layak dapat acungan jempol. Sebuah suguhan audio visual dengan pesan yang sangat kuat. Yang jadi masalah adalah seberapa banyak orang yang rela mengeluarkan uang untuk menonton sebuah film dokumenter semacam ini?

'UNTIL DEATH', Menemukan Pencerahan di Pintu Kematian

Pemain: Jean Claude Van Damme, Gary Beadle, Mark Dymond, Selina Giles

Anthony Stowe (Jean Claude Van Damme) bukanlah contoh penegak hukum yang baik. Ia adalah seorang pecandu heroin dan rumah tangganya terancam berantakan akibat kebiasaan buruknya ini. Parahnya lagi, ia sama sekali tak disukai di kesatuan tempat ia bertugas.

Akibat heroin yang ia konsumsi, Stowe beberapa kali mengacaukan rencana polisi dan bahkan sampai menyebabkan seorang anggota kepolisian tewas karena kesalahan Stowe. Di rumah pun kondisi makin memburuk saat Valerie (Selina Giles), istri Stowe, mengatakan bahwa ia hamil namun bukan anak dari Stowe. Stowe seolah tak punya lagi semangat hidup. Semua hal dalam hidupnya telah berantakan dan hanya ada satu tujuan saja yang tersisa. Stowe bermaksud menghabisi Gabriel Callahan (Stephen Rea), mantan polisi yang jadi bandar narkoba.

Tak siap menghadapi Callahan, Stowe akhirnya malah dijebak dan tertembak. Meski peluru itu menembus kepala Stowe namun polisi ini berhasil selamat setelah jatuh koma selama berbulan-bulan. Dalam keadaan tidak sadar inilah Stowe kemudian menemukan pencerahan dan menemukan semangat baru dalam hidupnya. Stowe bertekad untuk tak akan lagi mengulangi kesalahannya di masa lalu dan hanya ada satu cara untuk menebus segala kesalahan yang telah ia perbuat: memburu Callahan.

Sebenarnya tak banyak yang ditawarkan film berjudul UNTIL DEATH ini. Alur kisahnya sangat sederhana dan tak jauh beda dengan kebanyakan film laga bertema polisi dan penjahat. Selain tema yang kelewat sederhana akting para pemainnya pun tak terlalu bagus kecuali Stephen Rea yang berperan sebagai Callahan. Aneh juga saat melihat nama Stephen Rea tercantum sebagai salah satu aktor pendukung film sekelas ini.

Buat Jean Claude Van Damme yang dipercaya menjadi pemeran utama, film ini jelas punya tantangan tersendiri. Karakter Stowe yang ia perankan dalam film ini menuntut kemampuan akting lebih banyak dari pada peran-peran yang pernah dibawakan Van Damme sebelumnya. Untungnya Van Damme cukup berhasil membawakan peran ini dengan baik. Mungkin peran ini tak akan menghasilkan award apa pun namun setidaknya senang juga melihat Van Damme berusaha untuk tidak mengandalkan fisik lagi.

Secara keseluruhan sulit untuk menyebut film ini sebagai sesuatu yang menghibur. Barang kali lambatnya ritme film juga berpengaruh sementara dalam tempo yang lambat itu tak banyak yang bisa kita dapatkan. Bila Anda bukan fans Van Damme, film ini tak terlalu wajib ditonton - kecuali tentu saja jika Anda ingin melihat transformasi Van Damme menjadi seorang aktor yang tak lagi mengandalkan otot.

'DRAG ME TO HELL', Melepaskan Diri Dari Kutukan

Pemain: Alison Lohman, Justin Long, Lorna Raver, David Paymer

Sebagai seorang petugas bagian peminjaman di sebuah bank, Christine (Alison Lohman) jelas tak punya banyak pilihan saat seorang wanita tua bernama Mrs. Ganush (Lorna Raver) datang meminta perpanjangan pinjaman. Christine harus segera membuat keputusan meski ia tak tahu konsekuensi dari keputusannya itu.

Bermaksud ingin menyenangkan Mr. Jacks (David Paymer), atasannya, Christine pun lantas menolak permintaan Mrs. Ganush dan memutuskan wanita tua ini harus segera keluar dari rumah yang ditinggalinya saat ini. Christine sebenarnya tak tega tapi ia harus segera membuat keputusan. Sialnya, keputusan yang ia buat justru tak menguntungkan buat dirinya sendiri.

Mrs. Ganush yang merasa putus asa kemudian mengutuk Christine menjadi penghuni neraka selamanya. Christine tak terlalu mengkhawatirkan kutukan wanita tua itu, setidaknya sampai ia mulai dihantui makhluk-makhluk menakutkan yang ternyata memang bermaksud menyeret Christine masuk ke dalam neraka abadi.

Jarang ada sebuah film horor yang mampu memikat para kritikus film yang biasanya sangat cerewet soal akting, logika dan lain sebagainya. Anehnya DRAG ME TO HELL ini justru mendapat banyak pujian saat diputar dalam acara Cannes Film Festival. Metacritic juga memberikan nilai 83 pada film ini sementara para user memberikan nilai 7,2 dari 10 poin. Sebuah pencapaian yang jarang terjadi pada film horor.

Buat para penggemar film horor, DRAG ME TO HELL (judul yang sangat sederhana dan mewakili cerita film ini) ini jelas disambut dengan tangan terbuka. Di awal karirnya, sutradara Sam Raimi memang terkenal sebagai sutradara film horor. Kalau Anda masih ingat dua film klasik THE EVIL DEAD dan ARMY OF DARKNESS, dua film itu adalah hasil karya Sam Raimi. Setelah itu Raimi mulai beralih ke genre mainstream dan sukses menggarap tetralogi SPIDER-MAN.

Seperti juga pada ARMY OF DARKNESS dan THE EVIL DEAD Raimi masih tetap menggunakan formula legenda sihir, gore, kejutan dan tentu saja humor yang diramu dengan pas untuk menghadirkan sebuah tontonan yang benar-benar menghibur. Memang kalau dibandingkan dengan dua film tersebut DRAG ME TO HELL terasa lebih mild meski masih cukup 'menakutkan'.

Berharap mendapat suguhan cerita yang rumit atau akting yang memukau seperti pada film-film drama adalah hal yang mustahil. Film ini tidak dibuat untuk itu. Akting para pemeran film ini sebenarnya tak terlalu buruk selama Anda tak membandingkannya dengan film yang lebih berat seperti THE OTHERS misalnya.

'SHERLOCK HOLMES', Tak Ada Misteri Yang Tak Bisa Diungkap

Pemain: Robert Downey, Jr., Jude Law, Rachel McAdams

Tak ada yang pernah meragukan kalau Sherlock Holmes (Robert Downey, Jr.) adalah seorang penyelidik yang handal. Tak ada kasus yang tak bisa dipecahkan oleh Sherlock bahkan yang paling pelik sekalipun. Sherlock dan sahabatnya, Dr. John Watson (Jude Law) adalah tim yang tak terkalahkan.

Pihak kepolisian Inggris sudah sering kali terbantu oleh dua orang yang mahir dalam menyelidiki kasus kejahatan ini termasuk saat Sherlock dan Watson berhasil mengungkap kejahatan penyembah setan bernama Lord Blackwood (Mark Strong) dan membawa pria ini ke tiang gantungan. Kekalahan inilah yang tak bisa diterima oleh Lord Blackwood yang pada hari kematiannya bersumpah akan membalas dendamnya pada Sherlock Holmes.

Tak berapa lama kemudian, sebuah kasus kejahatan kembali mengharuskan Sherlock Holmes dan Dr John Watson turun tangan. Serangkaian tindak kejahatan ini dilakukan bukan oleh sembarang orang. Bila Sherlock dan Watson gagal, maka seluruh negeri Inggris yang jadi taruhannya. Sherlock menduga semua itu ada hubungannya dengan Lord Blackwood yang telah meninggal di tiang gantungan.

'I CAN DO BAD ALL BY MYSELF', Harapan Masih

Tetap Ada

Pemain: Tyler Perry, Taraji P Henson, Mary J. Blige, Gladys Knight

Saat Madea (Tyler Perry) mendapati Jennifer (Hope Olaide Wilson) dan dua adik laki-lakinya membuat keributan di rumahnya, hanya ada satu hal yang ada dalam pikiran Madea: membawa ketiga berandal kecil ini ke rumah April (Taraji P Henson), bibi dari ketiga anak ini. Ini akan jadi malapetaka baik buat April maupun ketiga anak ini.

April adalah seorang penyanyi di sebuah klub yang tak suka anak kecil. Hidup April jauh dari kata sempurna. Ia menjalin hubungan asmara dengan seorang pria yang sudah beristri sementara ia sendiri juga punya ketergantungan pada alkohol. Kedatangan ketiga anak ini jelas menjadi sebuah siksaan berat buat April. Tapi itu semua segera berubah ketika seorang pria bernama Sandino (Adam Rodriguez) datang.

Pria asal Meksiko yang datang mencari kerja ini sedang berusaha memperbaiki hidupnya yang sempat berantakan. Dari sini kedekatan antara Sandino dan April pun mulai membuka jalan terang buat kedua orang yang sempat mengalami pahitnya kehidupan ini. Masalahnya, mampukah April benar-benar meninggalkan masa lalunya yang suram dan memulai hidup baru?

'TERMINATOR SALVATION', Saat Robot Ingin Menguasai Dunia

Pemain: James Cameron, Gale Anne Hurd, Christian Bale, Sam Worthington, Anton Yelchin, Bryce Dallas Howard, Moon Bloodgood, Common, Helena Bonham Carter

John Connor (Christian Bale) adalah manusia yang ditakdirkan untuk memimpin sisa-sisa manusia yang memberontak terhadap Skynet dan pasukan Terminator-nya. John bersama para kaum Resistance kemudian merencanakan untuk menghancurkan Skynet dalam usaha mengembalikan manusia sebagai pemimpin di muka bumi.

TERMINATOR SALVATION

Dalam persiapan penghancuran Skynet inilah kemudian muncul seorang pria bernama Marcus Wright. Marcus kehilangan ingatannya dan tak tahu dari mana ia berasal. Yang ada dalam ingatannya hanyalah saat dirinya berada dalam eksekusi. Sebenarnya Marcus adalah manusia yang telah diubah menjadi robot setelah ia sendiri dieksekusi satu tahun sebelumnya.

Di saat yang hampir bersamaan dengan rencana kaum Resistance untuk meruntuhkan Skynet, para robot ternyata juga punya rencana untuk membunuh para pemimpin Resistance. Nama John Connor ada dalam daftar Skynet namun John tak mengerti kenapa nama Kyle Reese (Anton Yelchin) juga ada dalam daftar eksekusi tersebut. Menurut John, Kyle terlalu muda untuk dianggap sebagai ancaman buat Skynet.

TERMINATOR SALVATION

Hanya gara-gara Christian Bale menolak peran utama dan bersikeras hanya mau memerankan karakter John Connor maka naskah film yang sudah jadi terpaksa harus disusun ulang. Untungnya kerja keras ini tak terlalu buruk karena tak terlihat kesan bahwa Bale hanya sekedar 'tempelan' dalam film ini. Namun kabarnya McG, sang sutradara harus memangkas sekitar 40 menit durasi film sebelum akhirnya TERMINATOR SALVATION bisa disajikan sebagai sebuah tontonan.

Pemotongan ini bisa dimaksudkan sebagai 'penyesuaian' namun bisa juga dilihat sebagai pertanda ketidakpuasan sang sutradara pada hasil akhir syuting. Yang jelas pada beberapa bagian memang terlihat bahwa ritme film secara keseluruhan sepertinya tak tertata rapi. Ini diperburuk lagi dengan beberapa special effect yang berkesan cheap. Tapi secara keseluruhan dari keempat film TERMINATOR yang satu ini lebih berkesan kelam.

TERMINATOR SALVATION

Soal akting, nama Christian Bale mungkin tak perlu lagi diragukan apalagi setelah menonton akting Bale dalam THE DARK KNIGHT. Tapi ada satu fakta menarik yang terjadi pada dua film ini. Seperti juga pada THE DARK KNIGHT, Bale dalam film ini kembali kecolongan. Meski namanya dipasang paling atas namun justru Sam Worthington dan Anton Yelchin yang terlihat lebih bersinar.

'ANGELS & DEMONS', Batas Tipis Antara Surga dan Neraka

Pemain: Tom Hanks, Ayelet Zurer, Ewan McGregor

Saat Leonardo Vetra, salah seorang ilmuwan yang bekerja di CERN, terbunuh, di dadanya terlihat sebuah tanda yang mengarah pada sebuah persaudaraan yang diduga telah musnah. Kematian yang tak wajar ini membuat para ilmuwan di CERN terpaksa harus menghubungi pakar simbol Robert Langdon (Tom Hanks).

Langdon yang semula tak percaya bahwa persaudaraan Illuminati ini masih ada mau tak mau harus menerima kenyataan karena tak ada orang yang sanggup membuat tanda ambigram sempurna yang menjadi simbol Illuminati kecuali dari persaudaraan rahasia ini sendiri.

Petualangan kemudian membawa Langdon dan Vittoria Vetra (Ayelet Zurer) yang ingin mengetahui pembunuh ayahnya ke Vatican di mana persaudaraan Illuminati mengancam akan meledakkan kota suci ini dan membunuh semua orang di dalamnya. Satu-satunya cara melacak si pembunuh adalah dengan mengikuti tanda-tanda yang ditinggalkan sang anggota Illuminati dengan harapan dapat mencegah pembunuhan massal ini.

Sayangnya sang pembunuh hanya meninggalkan petunjuk di atas mayat para Kardinal yang telah ia bunuh satu per satu. Kini Langdon dan Vetra harus berpacu untuk mendahului sang pembunuh atau semua Kardinal yang diculik mati dan tak ada petunjuk mengenai lokasi peledak yang dipasang persaudaraan Illuminati ini.

Seperti kebanyakan film yang diadaptasi dari novel, penyesuaian mesti dilakukan karena keterbatasan durasi tayang dan lain sebagainya. Ini yang sering kali membuat para fans novel merasa kecewa dengan visualisasi dari tulisan yang sempat mereka baca sebelumnya. Film berjudul ANGELS AND DEMONS ini juga bukan pengecualian. Bila Anda sempat membaca novelnya, Anda pasti tahu bahwa ada beberapa fakta atau detail yang harus 'disesuaikan'. Terlepas dari segala 'penyesuaian' itu, film adalah sebuah karya yang layak dinilai sebagai dirinya sendiri.

Sebagai sebuah film, ANGELS AND DEMONS ini cukup mampu membawa inti permasalahan dari novel Dan Brown ke dalam bentuk visual. Ron Howard, sang sutradara sanggup membuat sebuah film yang cukup berimbang dan tak memihak mana pun. Agama dan ilmu pengetahuan dapat berjalan beriringan selama ada saling pengertian dan toleransi.

Karena keterbatasan waktu juga maka film ini jadi terasa bertempo sangat cepat. Tak ada waktu untuk menarik nafas atau beristirahat sejenak. Ini tak bisa dihindari juga karena versi novelnya juga punya tempo yang lumayan cepat meski masih ada titik-titik di mana kita diberi waktu untuk sekedar menghela nafas. Ron Howard sepertinya juga tak mau mengulang kesalahan yang terjadi pada THE DA VINCI CODE dan menghilangkan unsur romantis yang sebelumnya sempat dikritik karena tak ada chemistry antara Tom Hanks dan lawan mainnya.

Tampilan visual dari Sistine Chapel, Pantheon, Gereja dan Makam terlihat sangat mengagumkan meski Howard harus melakukan pengambilan gambar bukan di tempat aslinya. Sebuah tontonan yang menarik selama Anda tak membanding-bandingkannya dengan versi novelnya.

'NIGHT AT THE MUSEUM: BATTLE OF THE SMITHSONIAN', Pertempuran di Dalam Museum

Pemain: Ben Stiller, Amy Adams, Owen Wilson, Hank Azaria, Christopher Guest, Alain Chabat, Robin Williams

Sejak hasil temuannya dipatenkan, Larry Daley (Ben Stiller) berhasil mendapat banyak uang dan memutuskan untuk pensiun dari pekerjaannya sebagai penjaga museum. Namun ketika American Museum of Natural History direnovasi dan seluruh isi museum ini dipindahkan ke Smithsonian Institution di Washington Larry tak punya pilihan lain selain menyusul ke Washington.

NIGHT AT THE MUSEUM: BATTLE OF THE SMITHSONIAN

Larry khawatir kalau 'kejadian buruk' yang sempat menimpanya sebelum berhenti menjadi petugas keamanan akan terulang lagi dan sepertinya kekhawatiran Larry ini beralasan. Seperti kasus yang terjadi sebelumnya, Larry kembali harus berurusan dengan benda-benda museum yang tiba-tiba bangkit dan mengacaukan seluruh isi museum. Kali ini yang jadi penyebab masalah adalah Ahkmenrah (Rami Malek), firaun jahat yang bermaksud membangkitkan seluruh isi museum.

Terpaksa Larry harus berhadapan dengan seluruh tokoh sejarah yang peninggalannya tersimpan di dalam Smithsonian. Ini bukanlah pekerjaan mudah karena Smithsonian memiliki koleksi 136 juta barang dari masa lalu. Bayangkan betapa kacaunya ketika Amelia Earhart, Al Capone, Theodore Roosevelt, Napoleon Bonaparte, Albert Einstein, Charles Darwin hingga Attila the Hun semuanya bangkit dari kubur.

NIGHT AT THE MUSEUM: BATTLE OF THE SMITHSONIAN

Menonton film ini tak ubahnya seperti mengenang kembali kisah yang sudah lewat. Tak banyak yang berubah pada film ini jika dibandingkan dengan NIGHT AT THE MUSEUM yang dilepas sekitar dua tahun lalu. Malahan film ini lebih tepat dibilang reboot ketimbang sebuah sekuel. Yang ada cuma kejadian yang sama dan tokoh yang sama dengan lokasi yang baru.

Ada kesan seolah sutradara dan penulis naskah tak puas dengan film yang pertama dan ingin membuatnya lebih 'kolosal'. Dan kalau memang ini yang dimaksud, pemilihan Smithsonian sebagai lokasi jelas tak salah. Museum Smithsonian hampir dua puluh kali lebih besar dari Natural History Museum (lokasi film pertama) dan ini memberikan ruang untuk lebih kreatif.

NIGHT AT THE MUSEUM: BATTLE OF THE SMITHSONIAN

Selain Ben Stiller, sebagian besar karakter dari film pertama juga ikut kembali bermain dalam film ini dan itu makin menguatkan asumsi bahwa film ini adalah reboot. Beberapa karakter baru pun dimunculkan untuk mengisi 'ruang' yang lebih besar ini dan hasilnya adalah 'kekacauan' yang lebih besar dari film pertama.

Perbedaan lain yang tak terlalu menyolok mungkin adalah nada komedi yang mulai bergeser ke arah 'lebih dewasa'. Sayang, karena film ini sebenarnya lebih punya potensi sebagai film komedi untuk keluarga seperti film yang pertama. Tapi secara keseluruhan, film ini terasa lebih bagus dari film pertamanya. Ide 'mengajak orang kembali menengok sejarah' memang patut diacungi jempol (satu lagi alasan untuk menyebut film ini sebagai reboot).

'THE READER', Aib Yang Tak Mungkin Diungkap

Pemain: Kate Winslet, Ralph Fiennes, David Kross, Alexandra Maria Lara, Lena Olin

Pertemuan antara Michael Berg (David Kross) dan Hanna (Kate Winslet) memang tak pernah direncanakan. Mereka berdua bertemu saat Hanna menolong Michael yang jatuh sakit saat pulang dari sekolah. Setelah cukup sehat Michael kembali pulang namun ia kemudian datang lagi untuk mengucapkan terima kasih.

Berawal dari pertemuan ini Michael dan Hanna mulai menjalin hubungan yang lebih jauh meski usia Hanna sebenarnya jauh lebih tua dari Michael. Saat itu Hanna sudah berusia tiga puluhan sementara Michael baru berusia lima belas tahun. Michael sering membacakan cerita buat Hanna dan di sini pula ia pertama kali mengenal seks. Namun hubungan ini tak berjalan lama karena tiba-tiba saja Hanna menghilang tanpa memberitahu Michael.

Delapan tahun berlalu dan Michael kemudian menikah sementara ia mengambil kuliah hukum. Suatu ketika, Michael yang mendalami kasus peradilan para penjahat perang (Nazi) bertemu Hanna lagi. Yang agak mengejutkan adalah bahwa Hanna kali ini sedang diadili atas pembantaian tiga ratus orang dalam kamp konsentrasi di mana ia bekerja.

Meski terancam hukuman yang berat namun Hanna menolak membela diri dan Michael akhirnya sadar bahwa wanita yang pertama kali mengenalkannya pada cinta ini menyembunyikan satu rahasia besar yang tak mungkin diungkapkannya. Meskipun rahasia itu bisa saja membebaskannya dari ancaman hukuman.

Film hasil arahan sutradara Stephen Daldry ini adalah sebuah adaptasi dari novel karya Bernhard Schlink dengan judul yang sama. Beberapa kota di Jerman diambil sebagai lokasi pengambilan gambar untuk membuat suasana pasca perang di Jerman terlihat lebih realistis.

Belakangan ini banyak film yang berkisah seputar Nazi. Sebut saja INGLOURIOUS BASTERDS dan VALKYRIE yang juga mencoba mengungkap sejarah kelam ini. Ada satu hal yang membedakan THE READER ini dari film-film Nazi yang lain, film ini mencoba mengungkap sisi 'manusiawi' dari kisah dalam sejarah yang mungkin sama sekali tak manusiawi ini.

Memang ide cerita yang diusung film ini cukup kontroversial. Sulit rasanya membayangkan untuk bersimpati pada seorang pelaku pembantaian seperti yang ditawarkan oleh film ini. Namun terlepas dari itu, film ini digarap dengan sangat baik dan menjadikan film drama yang penuh dengan flash back dan bertempo lamban ini jadi cukup memanjakan mata.

Tiga pemeran kunci dalam film ini (Kate Winslet, Ralph Fiennes dan David Kross) pun bermain dengan sangat bagus dan meyakinkan meski mungkin sulit juga membayangkan kondisi emosional yang dirasakan orang pasca pembantaian Nazi ini. Satu lagi yang mungkin layak dijadikan renungan adalah kenyataan bahwa dalam hidup orang sering kali tak berani mengatakan 'tidak' pada sebuah masyarakat yang mayoritas mengatakan 'ya'. Atau mungkin itu juga yang ingin disampaikan film ini dan bukannya sekedar film tentang Nazi semata.

PRECIOUS', Kala Beban Tak Lagi Berat Untuk Dipikul

Pemain: Gabourey Sidibe, Mo'Nique, Paula Patton, Lenny Kravitz, Mariah Carey, Sherri Shepherd

Claireece 'Precious' Jones (Gabourey Sidibe) bukanlah seorang gadis beruntung. Seumur hidupnya Precious harus mengalami banyak penderitaan bahkan kedua orang tuanya pun seakan tak pernah mengharapkan kelahiran gadis berusia 16 tahun ini. Namun semua penderitaan itu seolah tak membuat gadis berkulit hitam ini menyerah.

Dua kali Precious harus mengandung anak dari ayah kandungnya sendiri sementara ibunya pun tak kalah kejamnya. Setiap hari Precious harus mengalami tekanan baik fisik maupun mental namun tak satu pun dari beban berat yang harus ditanggungnya itu sanggup meruntuhkan keteguhan hati Precious. Sekolah pun bukanlah tempat pelarian karena tak seorang pun mau menjadi teman Precious.

Anehnya, Precious berhasil melewati sembilan tahun sekolah dengan nilai bagus meskipun tak pernah ada yang tahu bahwa Precious bahkan tak bisa membaca atau menulis. Suatu ketika, Precious terancam dikeluarkan dari sekolah kecuali ia mengikuti program khusus satu guru untuk satu siswa. Meski tak paham Precious memutuskan mengikuti program ini. Di bawah bimbingan Ms Rain (Paula Patton) inilah lambat laun Precious berhasil melewati masa-masa suram dalam hidupnya.

'PONTYPOOL', Virus Yang Menular Lewat Gelombang Radio

Pemain: Stephen McHattie, Lisa Houle, Georgina Reilly, Hrant Alianak, Rick Roberts, Boyd Banks, Tony Burgess, Rachel Burns

Sekali lagi Grant Mazzy (Stephen McHattie) harus menelan pil pahit

saat radio tempat ia bekerja memberhentikannya. Alasannya jelas karena lelucon kasar yang sering kali dilakukan Mazzy saat ia mengudara. Untungnya dalam waktu cepat Mazzy menemukan tempat kerja baru meski kali ini tak sebagus tempat kerja sebelumnya.

Menghabiskan hari Valentine di kota kecil bernama Pontypool, Kanada memang bukanlah kondisi ideal namun Mazzy tak punya pilihan lain. Mazzy harus tetap memandu acara radio seperti biasa. Yang Mazzy tak tahu adalah bahwa hari itu akan menjadi hari yang akan tetap dikenangnya jika ia tetap bisa hidup melalui hari itu.

Kejadian aneh mulai muncul di kota kecil yang semula tenang itu. Polisi terlibat baku tembak dengan sekelompok pemancing dan keributan mulai terjadi di mana-mana. Mazzy akhirnya sadar bahwa kota kecil Pontypool sudah dilanda semacam virus aneh yang dengan cepat menular ke seluruh warga kota. Dan anehnya lagi, diduga menjangkitnya virus ini ada kaitannya dengan transmisi radio tempat Mazzy bekerja.

'SEPULUH', Pencarian Kesempurnaan Cinta

Perjalanan hidup mencari kesempurnaan cinta dalam ketidaksempurnaan hidup. Angka sepuluh merupakan simbol kesempurnaan, yang sesungguhnya tidak pernah bisa diraih oleh manusia, namun hidup tetap harus berjalan, bentuk perjuangan dengan perbuatan.

Kisah SEPULUH bermula dari perjuangan hidup seorang ibu, bernama Yanti (diperankan oleh Rachel Maryam) dalam mencari anaknya yang hilang. Begitu pun seorang ayah bernama Thomas (diperankan oleh Ari Wibowo) ingin menjalin kembali hubungan erat dengan putranya, serta seorang anak jalanan bernama Mongki bersama kawan-kawannya yang harus menghadapi kekerasan dan ketidakadilan kehidupan anak jalanan dan dunia hitam.

Di balik itu kekerasan dan pengorbanan berlangsung, karena jiwa yang lebih sempurna namun di hina secara materi, terancam untuk diperjual-belikan.

Ketiganya akhirnya dipertemukan kembali setelah sekian tahun berpisah, meskipun itu terjadi di tengah perjuangan mereka menghadapi problema hidup masing-masing.
Ketiganya akhirnya dipertemukan kembali setelah sekian tahun berpisah, meskipun itu terjadi di tengah perjuangan mereka menghadapi problema hidup masing-masing.

'SURROGATES', Saat Fungsi Manusia Sudah Tergantikan Robot - Pemain: Bruce Willis, Radha Mitchell, Rosamund Pike, Ving Rhames

Di masa depan, orang tak lagi senang berinteraksi dengan sesama manusia. Sebagai gantinya, mereka menggunakan robot yang mewakili mereka untuk saling berhubungan dengan manusia lain. Orang memilih tinggal di rumah sementara robot mereka yang bekerja menggantikan mereka. Tentu saja tak semua orang senang dengan budaya baru ini.

Suatu ketika, terjadi kasus pembunuhan terhadap seorang mahasiswa yang juga adalah penemu dari robot yang menggantikan fungsi manusia ini. Seorang polisi yang diperankan oleh Bruce Willis mengambil tugas untuk menyelidiki kasus pembunuhan misterius ini, tentu saja dengan menggunakan robot yang mewakili tugasnya sebagai polisi.

Namun saat kasus ini mulai menjadi semakin pelik, polisi ini mulai menemukan satu teori bahwa satu-satunya cara menemukan sang pembunuh adalah dengan menghadapi sendiri kasus ini tanpa bantuan robot. Ia pun kemudian meminta bantuan dari polisi lain yang diperankan oleh Radha Mitchell. Kini kedua polisi ini harus benar-benar turun ke jalan, sesuatu yang telah lama mereka tinggalkan, untuk membongkar kasus kejahatan ini.

0 komentar:


Go-Blog-Ku © 2008. Free Blogspot Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute